Kamis, 12 Mei 2011 | By: Boecha'z jenioue'z

Asa dari Kolong Tol Pluit


Foto dan Naskah : Dhoni Setiawan
Cahaya sore menerpa tiang-tiang beton penyangga Tol Pluit, Jakarta Utara. Di tengah bayangan tiang itulah tempat favorit sekelompok bocah untuk bermain bola atau sekadar bercanda dengan beberapa biji mercon jenis air mancur.
Dalam kesederhaan, para bocah itu menemukan kesenangan. Salah satunya Ramdani, bocah tujuh tahun ini terlihat riang dan sesekali usil di antara temannya.

Keriangan Ramdani usai ketika sang ibu memanggilnya dan meminta segera mandi. Saropah, 28 tahun, sosok ibu yang mandiri menghidupi anak-anaknya dengan hasil mencuci pakaian warga rumah susun. Suaminya telah meninggal dunia setahun lalu karena jatuh sakit.
Saropah bersama anaknya, Ramdani dan Sahrul yang masih bayi tinggal di bawah kolong tol, di antara tiang-tiang beton dan sekat-sekat serta tumpukan barang bekas. Hanya sebuah tempat tidur kayu dengan kelambu serta televisi 14 inci yang menjadi barang berharga.Meskipun hidup seadanya, namun bagi Saropah masa depan harus tetap ada. Kedua anaknya adalah harapan. Terutama si sulung Ramdani yang dia sekolahkan ke Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Islamiyah.
Sebelumnya, Ramdani pernah sekolah di SD Negeri di Wacung, Penjaringan, Jakarta Utara. Namun empat bulan mengecap pelajaran, ibunya mengeluarkan dari sekolah karena tidak tega melihat anaknya selalu menangis di sekolah.
"Perhatiaan guru cuma sama murid yang bisa baca dan berhitung saja. Karena dia tidak bisa dan hanya bertahan empat bulan terus Dani saya keluarkan, Sebetulnya sekolahnya gratis cuman saya tidak tega," katanya.
Kini Ramdani kembali bersekolah. Meski belum membayar uang pangkal, namun tidak terbersit sedikitpun keraguan bagi Saropah untuk tetap menyekolahkan anaknya. Ia berharap kelak anaknya menjadi lebih baik, tidak seperti dirinya yang hanya bersandar hidup sebagai buruh cuci.


0 komentar:

Posting Komentar